Hasil Kebudayaan Megalitikum dan Budaya Megalitik di Indonesia
Kebudayaan
Megalitikum bukanlah suatu zaman yang berkembang tersendiri, melainkan suatu
hasil budaya yang timbul pada zaman Neolitikum dan berkembang pesat pada zaman
logam. Setiap bangunan yang diciptakan oleh masyarakat tentu memiliki fungsi.
Stonehenge merupakan sebuah monumen
batu peninggalan manusia purba pada zaman Megalitikum yang terletak di
Salisbury Plain, Propinsi Wilshire, Inggris. Stonehenge sendiri terdiri dari
tiga puluh batu tegak (sarsens) dengan ukuran yang sangat besar (masing-masing
batu pada mulanya seragam tingginya,yaitu 10 meter dengan masing-masing batu
mempunyai berat 26 ton),semua batu tegak tsb disusun dengan bentuk tegak
melingkar.
Didalam 30 lingkaran batu besar tadi, juga masih terdapat sekitar 30 batu dengan ukuran yang lebih kecil yang dinamakan Lintels, yang disusun dengan bentuk melingkar juga.Tapi sayang, pada saat ini kebanyakan batu-batu tegak tadi telah terkikis dan jatuh.
1. Contoh
hasil kebudayaan zaman megalitikum
a. Menhir
Menhir adalah batu tunggal (monolith) yang berasal dari
periode Neolitikum (6000/4000 SM-2000 SM) yang berdiri tegak di atas tanah.
Istilah menhir diambil dari bahasa Keltik dari kata men (batu) dan hir
(panjang). Menhir biasanya didirikan secara tunggal atau berkelompok sejajar di
atas tanah. Diperkirakan benda prasejarah ini didirikan oleh manusia prasejarah
untuk melambangkan phallus, yakni simbol kesuburan untuk bumi. Menhir adalah
batu yang serupa dengan dolmen dan cromlech, merupakan batuan dari periode
Neolitikum yang umum ditemukan di Perancis, Inggris, Irlandia, Spanyol dan
Italia. Batu-batu ini dinamakan juga megalith (batu besar) dikarenakan
ukurannya. Mega dalam bahasa Yunani artinya besar dan lith berarti batu. Para
arkeolog mempercayai bahwa situs ini digunakan untuk tujuan religius dan
memiliki makna simbolis sebagai sarana penyembahan arwah nenek moyang.
b. Dolmen
Dolmen adalah meja batu tempat meletakkan sesaji yang
dipersembahkan kepada roh nenek moyang. Di bawah dolmen biasanya sering
ditemukan kubur batu. Dolmen yang merupakan tempat pemujaan misalnya ditemukan
di Telagamukmin, Sumberjaya, Lampung Barat. Dolmen yang mempunyai panjang 325
cm, lebar 145 cm, tinggi 115 cm ini disangga oleh beberapa batu besar dan
kecil. Hasil penggalian tidak menunjukkan adanya sisa-sisa penguburan.
Benda-benda yang ditemukan di antaranya adalah manik-manik dan gerabah.
c. Sarkofagus
Sarkofagus atau keranda yang terbuat dari batu. Bentuknya
menyerupai lesung dari batu utuh yang diberi tutup
Daerah tempat ditemukannya sarkofagus adalah Bali. Menurut masyarakat Bali
Sarkofagus memiliki kekuatan magis/gaib. Berdasarkan pendapat para ahli bahwa
sarkofagus dikenal masyarakat Bali sejak zaman logam.
Fungsinya sebagai tempat menyimpan mayat yang disertai bekal kuburnya. Menurut Von Heine Geldern, kubur batu termasuk kebudayaan megalitikum gelombang kedua atau disebut juga Megalit Muda yang menyebar ke Indonesia pada zaman perunggu (1.000-100 SM) dibawa oleh pendukung Kebudayaan Dongson (Deutro Melayu). Contoh bangunan megalit gelombang ini adalah peti kubur batu, dolmen, waruga sarkofagus, dan arca-arca dinamis.
Fungsinya sebagai tempat menyimpan mayat yang disertai bekal kuburnya. Menurut Von Heine Geldern, kubur batu termasuk kebudayaan megalitikum gelombang kedua atau disebut juga Megalit Muda yang menyebar ke Indonesia pada zaman perunggu (1.000-100 SM) dibawa oleh pendukung Kebudayaan Dongson (Deutro Melayu). Contoh bangunan megalit gelombang ini adalah peti kubur batu, dolmen, waruga sarkofagus, dan arca-arca dinamis.
Peti kubur adalah peti mayat yang terbuat dari batu-batu
besar. Kubur batu dibuat dari lempengan atau papan batu yang disusun persegi
empat berbentuk peti mayat yang dilengkapi dengan alas dan bidang atasnya juga
berasal dari papan batu.
Selain Pagaralam dan Lahat, daerah penemuan peti kubur
adalah Cepari Kuningan, Cirebon (Jawa Barat), Wonosari (Yogyakarta), dan Cepu
(Jawa Timur). Di dalam kubur batu tersebut juga ditemukan rangka manusia yang
sudah rusak, alat-alat perunggu dan besi, serta manik-manik. Dari penjelasan
tentang peti kubur, tentu dapat ketahui persamaan antara peti kubur dan
sarkofagus, yang keduanya merupakan tempat menyimpan mayat disertai bekal
kuburnya.
Selama ini, Pagaralam memang telah dikenal dengan
peninggalan zaman megalitikum. Hal ini terbukti dengan penemuan arca-arca yang
tersebar di Kabupaten Lahat dan Kota Pagaralam, seperti Karangindah, Tinggiari
Gumai, Tanjungsirih, Padang Gumay, Pagaralam, Tebatsementur (Tanjungtebat),
Tanjung Menang-Tengahpadang, Tanjungtebat, Pematang, Ayik Dingin,
Tanjungberingin, Geramat Mulak Ulu, Tebingtinggi-Lubukbuntak, Nanding,
Batugajah (Kutaghaye Lame), Pulaupanggung (Sekendal), Gunungmigang, Tegurwangi,
dan Airpur.
Penemuan yang paling menarik adalah megalitik yang dinamakan
Batugajah, yakni sebongkah batu berbentuk telur, berukuran panjang 2,17 m, dan
dipahat pada seluruh permukaannya. Bentuk batunya yang asli hampir tidak
diubah, sedangkan pemahatan obyek yang dimaksud disesuaikan dengan bentuk
batunya. Namun, plastisitas pahatannya tampak indah sekali.
Batu dipahat dalam wujud seekor gajah yang sedang melahirkan
seekor binatang antara gajah dan babi-rusa, sedangkan pada kedua belah sisinya
dipahatkan dua orang laki-laki. Laki-laki sisi kiri gajah berjongkok sambil
memegang telinga gajah, kepalanya dipalingkan ke belakang dan bertopi.
Perhiasan berbentuk kalung besar yang melingkar pada lehernya. Begitu pula pada
betis, di sana tampak tujuh gelang. Pada ikat pinggang yang lebar tampak pedang
berhulu panjang, sedangkan sebuah nekara tergantung pada bahunya. Pada sisi
lain (sisi kakan gajah) dipahatkan seorang laki-laki juga, hanya tidak memakai
pedang. Pada pergelangan tangan kanan laki-laki ini terdapat gelang yang tebal.
Adapun pada betis tampak 10 gelang kaki.
Temuan batu gajah dapat membatu usaha penentuan umur secara
relatif dengan gambar nekara itu sebagai petunjuk yang kuat, selain
petunjuk-petunjuk lain seperti pedang yang mirip dengan belati Dong Son
(Kherti, 1953 : 30), serta benda-benda hasil penggalian yang berupa perunggu
(besemah, gangse) dan manik-manik. Dari petunjuk-petunjuk di atas, para ahli
berkesimpulan bahwa budaya megalitik di Sumatera Selatan, khususnya di
Kabupaten Lahat dan Kota Pagaralam, berlangsung pada masa perundagian. Pada
masa ini, teknik pembuatan benda logam mulai berkembang.
Sebuah nekara juga dipahatkan pada arca dari Airpuar. Arca
ini melukiskan dua orang prajurit yang berhadap-hadapan, seorang memegang tali
yang diikatkan pada hidung kerbau, dan orang yang satunya memegang tanduknya.
Kepala serigala (anjing) tampak di bawah nekara perunggu tersebut.
d.
Kubur
Batu
Kubur Batu/Peti Mati yang terbuat dari batu besar yang
masing-masing papan batunya lepas satu sama lain.
fungsi dari kubr batu adalah sebagai tempat menyimpan mayat
yang disertai bekal kuburnya.
e e. Punden
Berundak
Punden berundak merupakan contoh struktur tertua buatan
manusia yang tersisa di Indonesia, beberapa dari struktur tersebut beranggal
lebih dari 2000 tahun yang lalu. Punden berundak bukan merupakan “bangunan”
tetapi merupakan pengubahan bentang-lahan atau undak-undakan yang memotong
lereng bukit, seperti tangga raksasa. Bahan utamanya tanah, bahan pembantunya batu;menghadap
ke anak tangga tegak, lorong melapisi jalan setapak, tangga, dan monolit tegak.
fungsi dari punden berundak itu sendiri adalah sebagai tempat pemujaan terhadap roh nenek moyang yang telah meninggal.
f f. Arca Batu
Arca/patung-patung dari batu yang berbentuk binatang atau
manusia. Bentuk binatang yang digambarkan adalah gajah, kerbau, harimau dan
moyet. Sedangkan bentuk arca manusia yang ditemukan bersifat dinamis.
Maksudnya, wujudnya manusia dengan penampilan yang dinamis seperti arca batu
gajah. Arca batu gajah adalah patung besar dengan gambaran seseorang yang
sedang menunggang binatang yang diburu. Arca tersebut ditemukan di daerah
Pasemah (Sumatera Selatan). Daerah-daerah lain sebagai tempat penemuan arca
batu antara lain Lampung, Jawa Tengah dan Jawa Timur.
g g. Waruga
Waruga adalah kubur atau makam leluhur orang Minahasa yang
terbuat dari batu dan terdiri dari dua bagian. Bagian atas berbentuk segitiga
seperti bubungan rumah dan bagian bawah berbentuk kotak yang bagian tengahnya
ada ruang.
2 h. Budaya
Megalitik di Indonesia
Di Indonesia, beberapa etnik masih
memiliki unsur-unsur megalitik yang dipertahankan hingga sekarang.
- Pasemah
Pasemah merupakan wilayah dari
Propinsi Sumatera Selatan, berada di kaki Gunung Dempo. Tinggalan-tinggalan
megalitik di wilayah ini tersebar sebanyak 19 situs, berdasarkan penelitian
yang di lakukan oleh Budi Wiyana (1996), dari Balai Arkeologi Palembang. Tinggalan
megalitik Pasemah muncul dalam bentuk yang begitu unik, patung-patung dipahat
dengan begitu dinamis dan monumental, yang mencirikan kebebasan sang seniman
dalam memahat sehingga tinggalan [megalitik pasemah], disebut oleh ahli
arkeologi sebagai Budaya Megalitik Pasemah.
- .Nias
Rangkaian kegiatan mendirikan batu besar (dolmen) untuk
memperingati kematian seorang penting di Nias (awal abad ke-20). Foto koleksi
Tropenmuseum, Amsterdam.
Etnik Nias masih menerapkan beberapa
elemen megalitik dalam kehidupannya. Lompat batu dan kubur batu masih
memperlihatkan elemen-elemen megalitik. Demikian pula ditemukan batu besar
sebagai tempat untuk memecahkan perselisihan.
- . Sumba
Etnik Sumba di Nusa Tenggara Timur
juga masih kental menerapkan beberapa elemen megalitik dalam kegiatan
sehari-hari. Kubur batu masih ditemukan di sejumlah perkampungan. Meja batu
juga dipakai sebagai tempat pertemuan adat.